Maqom Para Hamba
Ada kalangan yang diposisikan Allah
untuk berkhidmah (bakti) kepada-Nya, dan ada kalangan yang oleh Allah
dikhususkan mencintai-Nya. “Kesemuanya Kami anugerahi mereka, dan mereka itu
mendapatkan anugerah dari Tuhanmu, dan anugerah Tuhanmu tidaklah terhalang”.
Tiba-tiba Kang Soleh
berpidato layaknya Kyai saja. Ia kutib dawuhnya Ibnu Athaillah.
Para hamba Allah ada yang masih dalam
tahap sebagai hamba yang penuh berikhtiar untuk melakukan perjuangan dan
pengabdian. Mereka ini adalah para Muridin, yaitu para hamba yang terus
berharap agar bisa wushul kepad Allah
Ta’ala.
Mereka ini terdiri
atas tiga golongan: Pertama, kaum ‘Ubbad, yaitu ahli ibadah. Kedua, A-Zuhad,
yaitu para ahli zuhud yang disebut sebagai para Zahid. Kaum yang berusaha
menepiskan dunia dari hatinya. Ketiga, kaum ahli Thaat, yaitu ahli kebajikan.
Kaum ‘Ubbad adalah
mereka yang selama ini tekun beribadah dengan tujuan agar menghasilkan suatu
balasan dari Allah atas ibadahnya
Sedangkan kaum Zahid
alah mereka yang lari dari kepentingan duniawi, membuang hasrat duniawi demi
konsentrasi jiwa pada Allah agar kelak jiwanya bersih dari dunia dan dunia
hanya ada dalam akal, pikiran dan indera fisiknya belaka. Mereka terus menekuni
dzikrullah pagi hingga sore hari, sore hingga pagi hari.
Ahli Tha’at adalah
mereka yang berusaha menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi larangannya,
terus menerus berbuat kebajikan agar apa yang dilakukan benar-benar selaras
dengan perintah dan kehendak-Nya. Mereka harus berbuat ketaatan, karena mereka
akan merasa tersiksa manakala terlempar dari kepatuhan pada Allah Ta’ala.
Ketiga kalangan di
atas menempuh jalur maqomat aubudiyah.
“Stop Kang…Stop… !!
aku mumet. Jangankan mencari posisiku, memahami saja pidatomu itu sudah mbrodoli rambutku. Gampangnya gimana
gitu…” protes Pardi menghangatkan suasana pagi.
“Sebentar Di…, saya
ini belajar pidato, kamu ndengarin atau tidak, bukan urusan saya. Saya sedang
pidato dengan angina, pada daun-daun, pada kompor dan pada sungutmu itu….”
“Wah… kalah pildacil.
Kenapa nggak ikutan lomba sekalian Kang…?”
“Itu kan tontonan. Saya lagi
gremengan menurut saya sendiri untuk saya sendiri. Kalian tinggal dengarkan, kan beres…”
“Terus Kalau begitu
Kang…”
“Sementara para hamba
yang diposisikan secar istimewa melaui jalan Cinta, juga terdiri dari tiga
golongan:
Pertama Al-Muhibbun (para pecinta Allah).
Seorang pecinta, tandanya akan senantiasa mempriotaskan yang dicintai, di atas
segalanya. Seorang pecinta diliputi kerinduan yang dahsyat untuk memadu kasih
dengan-Nya, agar ia sendiri siap memanggil dan bermunajat dengan-Nya. Dengan
panggilan Wahai Kekasihku… Dan kelak ketika ia menemukan Kekasih Yang Hakiki,
ia meraih tahap yang disebut dengan Al-Mahmbubin, yang dicintai-Nya. Tahap
agung tiada tara
Kedua, Al-‘Arifun (para ahli ma’rifat). Seorang
hamba yang ma’rifat kepada Allah Ta’ala, akan senantiasa menyaksikan Allah
dimana-mana, dalam segala yang ada, diatas yang ada, di bawah yang ada, sesudah
dan sebelum yang ada semesta ini. Kaum
‘Arifun senantiasa Musyahadah (menyaksikan Allah) dalam apa pun, dan puncak
musyahadah itulah ma’rifat yang sesungguhnya. Musyahadah itu ada dalam jiwa,
bukan dalam wacana dan akademika. Karena itu jika seseorang merasa ma’rifat
tetapi tidak ada musyahadah, maka ma’rifatnya bisa fatamorgana.
Banyak juga yang
mengklaim atau diklaim telah ma’rifat hanya karena seseorang mengetahui yang
ghaib dan tersembunyi. Klaim itu tidak benar sama sekali, karena orang yang
ma’rifat tidak punya kepentingan dengan yang tersembunyi, rahasia sesuatu,
kecuali yang disaksikan hanya Allah belaka.
Ketiga Al-Wahilun (orang-orang yang sudah
sampai kepada Allah). Pertemuan Allah dengan hamba bukanlah pertemuan dzat
dengan dzat. Bukan pula pertemuan dua hal yang berbeda seperti imajinasi kita.
Pertemuan itu tidak memberikan peluang kepada apapun, karena “apapun” itu tidak
pernah ada, kecuali yang ada hanya Allah Ta’ala. Ia tidak butuh apapun.
Al-Washilun adalah kaum teristimewa dari sebelumnya (lihat Asy-Syuura: 13).
Allah menganugrahi
derajat ruhani menurut kehendak-Nya tanpa ada yang menghalangi, mencegah
sesuatu menurut kehendak-Nya tanpa didahului sebab akibat. Semua dari-Nya dan
kembali kepada-Nya.
Oleh sebab itu kita
semua harus belajar memandang semuanya sebagai anugerah, keutamaan dan
rahmat-Nya. Begitu…. Saudaraku…”
Tepuk tangan
menggemuruhi kedai Cak San. Dasar Kang Soleh kadang seperti kanak-kanak, kadang
lebih tua dari kakek-kakek. Dasaaar…….
Sumber : Kedai Sufi
Oleh : Mohammad Luqman Hakiem - Cahaya Sufi Jakarta.
Sumber : Kedai Sufi
Oleh : Mohammad Luqman Hakiem - Cahaya Sufi Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar